Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sangat
berdampak pada perekonomian di masyarakat baik dalam jangka panjang maupun
jangka pendek. Berbagai
macam dampak yang salah satunya memiliki dampak jangka panjang adalah inflasi yang
tinggi, yang dimana seharusnya ini menjadi perhatian khusus pemerintah. Pemerintah menaikkan bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat sasaran, banyak masyarakat yang mampu
mereka menikmati bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Dari 70 persen subsidi justru dinikmati
oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,"
kata Jokowi dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden
Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah
Palembang Dr Sri Rahayu Oesman mengatakan, dampak yang akan segera dirasakan
setelah kenaikan harga BBM ini adalah naiknya barang-barang di pasaran. Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah
Palembang Dr Sri Rahayu Oesman mengatakan, dampak yang akan segera dirasakan
setelah kenaikan harga BBM ini adalah naiknya barang-barang di pasaran
“Kenaikan BBM akan menjadi salah satu faktor penyumbang naiknya cost of
production sehingga akan menaikan harga jual,” ujarnya.
Sempat galau di awal perdagangan, Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada perdagangan sesi I hari ini,
Senin (5/9/2022). Nampaknya investor
pasar saham merespons positif dari kenaikan harga BBM tersebut yang akan
mengurangi beban anggaran subsidi BBM. Namun, Dimas Wahyu Putra,
Analis Bahana Sekuritas mengatakan kenaikan BBM akan berdampak penurunan daya
beli dan kenaikan tingkat inflasi. Diprediksi
inflasi bisa meningkat 6,5% hingga 7% sampai akhir tahun. Apalagi Bank Sentral
kembali diproyeksi akan menaikkan suku bunga paling tidak sampai level 4%
hingga akhir tahun.
“Untuk kenaikan IHSG saat ini lebih ditopang
kenaikan saham-saham sektor energi (coal dan oil). Sentimen penguatan saham
coal ditopang oleh permintaan dari China yang meningkat dikarenakan beberapa
wilayah mengalami panas yang cukup tinggi, hal ini akan membutuhkan energi
listrik lebih,” jelas Dimas kepada CNBC Indonesia, Senin (5/9/2022). Sementara itu, Direktur Riset
& Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus
mengatakan sejauh ini memang kalau diperhatikan, bagus atau tidaknya pasar,
akan bergantung terhadap persepsi dan perspektif pelaku pasar dan investor.
Menurutnya, akan ada sebagian yang menerima tentu akan ada sebagian yang tidak
menerima.
“Semua akan kembali ke bagaimana mereka
merespons kenaikan BBM ini. Sejauh ini kalau kita perhatikan, ada naik dan
turun, namun wajar karena pasar masih menimang sejauh mana IHSG akan bergerak,”
jelas Nico kepada CNBC Indonesia. Apalagi pekan ini masih ada pertemuan Bank
Sentral Eropa yang disinyalir akan menaikkan tingkat suku bunga hingga 75 bps.
“Tentu hal ini menjadi perhatian pelaku pasar
dan investor. Apabila hari ini IHSG menghijau, yang harus diperhatikan
berikutnya adalah gejolak stabilitas politik dalam negeri akibat penolakan
kenaikan BBM,” tegas Nico. Menurutnya,
IHSG pekan ini berpotensi mengalami pelemahan dengan rentang 7.100 – 7.215.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo
(Jokowi) akhirnya memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp 7.650 jadi Rp 10.000 per
liter. Kabar
kenaikan harga BBM ini sudah santer terdengar sejak beberapa pekan terakhir,
hingga sempat memicu perdebatan dan panic buying di sejumlah lokasi.
Dalam 5x tahap kenaikan sejak era SBY hingga
Jokowi, pengumuman kenaikan harga dilakukan di hari libur. Pergerakan IHSG saat satu
hari sebelum dan satu hari setelah pengumuman cenderung negatif, tercatat 4
kali kecenderungan stagnan, 5x melemah dan satu kali menguat. Waspadai hal ini
yang bisa memicu pelemahan IHSG hari ini.
Menurut Bayu, setidaknya terdapat dua hal yang
perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, pemerintah dan badan usaha harus
betul-betul bersinergi agar pengambilan keputusan tidak telat. Pasalnya, semua negara
benar-benar mengambil langkah untuk mengamankan pasokan maupun harga. Sehingga
persaingan bukan hanya antar pengusaha saja, namun juga antarnegara melalui
kebijakan pemerintah masing-masing.
“Jadi jangan telat mau ambil impor ya impor, kalau
gak impor putuskan gak impor. Kemudian yang kedua kita harus mulai menata ulang
sistem pangan kita,” ujarnya.
Adapun secara historis, seperti pada 2014
contohnya, saat harga BBM jenis Premium yang saat itu paling banyak dikonsumsi,
dinaikkan pada bulan November hingga 30%. Inflasi kemudian melesat hingga 8,36%
(yoy). Hal
yang sama juga terjadi setahun sebelumnya ketika pemerintah menaikkan harga BBM
di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy).
Dampak kenaikan BBM ternyata tidak hanya pada
ekonomi, tapi juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat Indonesia. BBM sangat diperlukan untuk
operasional perusahaan, sehingga jika harganya kian mahal akan membebani biaya
produksi hampir seluruh sektor dan lini bisnis. Akibatnya, perusahaan akan
meminimalisir biaya operasional, misalnya dengan menghentikan rekrutmen
karyawan baru hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kenaikan BBM berpotensi akan meningkatkan angka
pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan Indonesia. Padahal,
per Maret 2022, BPS telah melaporkan adanya penurunan tingkat kemiskinan
setelah pandemi. Tingkat
kemiskinan per Maret mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang. Turun 0,6 poin atau
1,38 juta orang. Dibandingkan dengan September 2021, penurunan tingkat
kemiskinan mencapai 0,17 poin atau 0,34 juta orang.
Namun, garis kemiskinan mengalami kenaikan
3,975% dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022. Bukan hal yang tak mungkin,
jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang meningkat akan
menimbulkan kekacauan hingga demo.
Jika berkaca pada 2013 silam, ratusan mahasiswa
dan buruh menggelar demo menolak kenaikan BBM di depan Istana Negara,
Pertamina, hingga Kementerian Energi dan Daya Mineral (ESDM). Hal tersebut seharusnya dapat
menjadi pembelajaran. Sebelum pemerintah menaikkan harga BBM, sebaiknya
mencermati beberapa poin seperti tingkat inflasi dan daya beli masyarakat. Konsumsi masyarakat Indonesia
berkontribusi sebanyak 50% terhadap PDB, sehingga jika inflasi meninggi tentunya
akan membatasi konsumsi masyarakat dan ikut mengerek turun PDB.
Penulis : Ridwan Nur Sya’bani (mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Muhammadiyah Purwokerto)
Nama Salman Faiz Alaudin
BalasHapusNim 1906010027
Dalam opini yg di tulis oleh mahasiswa FAI atas nama Ridwan ini, saya setuju bahwa kenaikan BBM bisa bertampak pada kenaikan pasar saham. Kita tau sendiri bahwa kenaikan BBM ini berdampak juga pada masyarakat kecil terutama masyarakat yg berpendapatan tidak UMR, justru sebelum kenaikan BBM pemerintah harus memberikan solusi dalam kebaikan BBM tersebut seperti menambah lowongan pekerjaan yg berpendapatan UMR,menaikan Gaji UMR,memberi sebuah tanggungan kepada masyakarat kecil dll sbeaginya
Jadi kenaikan BBM ini tidak berkontraversi kepada masyakarat masyarakat kecil