Tren Perilaku Belanja Online

Belanja online pertama kali dilakukan di Inggris pada tahun 1979 melalui sarana kabel telepon yang menyambungkan televisi berwarna dengan computer yang mampu memproses transaksi secara realtime. Sedangkan di Indonesia, belanja online pertama kali dibangun pada tahun 1999 oleh Andrew Darwis dengan mendirikan forum jual beli bernama kaskus. Kemudian pada tahun 2010-an, belanja online mulai menghadirkan beberapa e-commerce unicorn seperti Tokopedia, Gojek, Bukalapak, dan lain sebagainya.

Masyarakat kini dinilai semakin bergantung dengan produk dan layanan yang dihadirkan melalui platform digital, termasuk perilaku konsumen yang semakin mendorong ke berbelanja secara online. Konsumen yang memilih untuk berbelanja online secara eksklusif meningkat dari 11 persen menjadi 25,5 persen di awal 2021. Menariknya lagi 74,5 persen konsumen tetap berbelanja secara offline dan online lebih banyak berbelanja secara online. Perilaku konsumen seperti ini jelas akan berpengaruh pada bisnis, khususnya bisnis online.

Belanja dengan cara online memberi manfaat juga bagi konsumen seperti memberikan kemudahan, yang dimaksud kemudahan disini adalah pembeli dapat memesan produk tanpa Batasan waktu dan dapat memesan dimanapun dan kapanpun mereka berada. Tanpa mereka harus ke pusat pembelanjaan untuk mencari barang yang diinginkan. Dengan hanya melihat barang konsumen lebih mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan kembali keputusan untuk membeli karena konsumen tidak berhadapan langsung dengan penjual sehingga tidak ada unsur paksaan atau rayuan dari penjual.

Berbelanja online juga menawarkan kemudahan untuk sistem pembayarannya, seperti transfer via bank, minimarket, cicilan, dan juga pembayaran di tempat saat produk sudah sampai di rumah. Selain itu, took-toko online juga memiliki strategi lain untuk menarik pelanggan, yaitu dengan cara memberikan berbagai promo dan diskon jika ada momen-momen tertentu. Dengan maraknya kegiatan belanja online ini dapat menggambarkan bahwa masyarakat sudah semakin paham dengan teknologi di masa kini. Namun, berbelanja di online tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan harus disertai dengan kehati-hatian. Karena banyak produk yang diterima tidak sesuai dengan produk yang ada digambar.

Banyak konsumen yang sebelumnya tidak pernah berbelanja online kini harus mengandalkan platform belanja digital untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini karena adanya dorongan dari perubahan kondisi yang memaksa untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut. Tetapi masih banyak juga konsumen yang enggan berbelanja secara online disebabkan oleh beberapa alasan, salah satunya ketidakpercayaan terhadap penjual online, konsumen masih belum percaya dengan transaksi belanja online karena tidak bisa melihat produk yang akan dibeli secara langsung sehingga khawatir kualitas produk asli tidak sesuai dengan yang di gambar.

Meskipun mudah, belanja online juga memiliki resiko keamanan, misalnya adanya pencurian data, barang yang diterima tidak sesuai, barang yang dibeli tidak pernah sampai, dan sebagainya. Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati sebelum belanja online. Agar menghindari penipuan saat belanja online, sebagai konsumen harus jeli agar tidak rugi, jangan tergur harga murah, membaca ulasan, memperhatikan ranting, perhatikan jumlah penjualan dan jangan bertransaksi di luar marketplace.

Perubahan cara belanja online sedikit banyak menggeser nilai social yang semula apabila bertransaksi di pasar menggunakan komunikasi secara verbal dalam bertransaksi, sebaliknya belanja online proses bertransaksinya hanya melalui jaringan internet tanpa tatap muka sehingga tidak adanya tawar menawar secara verbal. Perkembangan digital sekarang telah memberikan banyak dampak terhadap pola hidup masyarakat dalam bertransaksi. Masyarakat yang sebagai konsumen diminta untuk mengandalkan trusted atau kepercayaan dalam proses jual beli melalui e-commerce. Meskipun proses jual beli secara konvensional oleh konsumen dan produsen masih terus berlangsung hingga saat ini, namun berpotensi akan tersaingi oleh kemudahan berbelanja online.

Oleh karena itu, pebisnis online harus memiliki dan melakukan strategi yang tepat agar dapat membuat pengguna internet yang belum melakukan pembelian online tertarik melakukan pembelian secara online serta dapat mempertahankan pelanggan yang telah dimiliki. Strategi yang tepat dapat diciptakan dengan mengetahui terlebih dahulu perilaku pembelian online konsumen.

Jika pebisnis ingin mengetahui perilaku pembeli online, maka posisikan diri sebagai pembeli. Meskipun tidak semua customer dalam mengambil keputusan memerlukan tingkat keputusan yang sama, namun dalam pengambilan sebuah keputusan pasti terdapat alternatif pilihan. Untuk itu, bagi pebisnis yang ingin memulai bisnis online, maka perlu mengetahui jenis informasi yang digunakan costumer untuk menentukan berbagai merek yang dipertimbangkan untuk dipilih dengan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi sebuah merek. Sedangkan kriteria untuk mengevaluasi produk, biasanya pertimbangan didasarkan dengan melihat pentingnya dan manfaat sebuah produk tersebut.

Untuk lebih memudahkan pebisnis, factor-faktor perilaku costumer dalam pengambilan keputusan untuk membeli dikelompokkan ke dalam dua faktor. Pertama, factor eksternal yang meliputi bauran pemasaran atau strategi marketing dan lingkungan social budaya. Kedua, factor internal yang lebih menekankan pada factor psikologi customer. Sederhananya, perilaku customer wajib pebisnis ketahui untuk memahami tentang apa yang dibeli, mengapa, di mana, kapan, dan seberapa sering customer tersebut membeli produk dari bisnis online.

Dengan angka pengguna media sosial yang besar, bukan hal yang mengherankan jika perkembangan e-commerce di Indonesia terus berkembang, khususnya dalam hal perdagangan informal. Hal-hal tersebut juga dapat melahirkan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan per kapita. Dengan adanya e-commerce, khususnya dalam bentuk B2B, dapat berkonstribusi pada perekonomian di negara-negara berkembang. Salah satu sector yang dianggap diberi keuntungan besar dari adanya kegiatan e-commerce adalah UMKM.

Dalam pengembangan transaksi e-commerce tantangan yang harus dihadapi pemerintah adalah peningkatan keamanan dan perlindungan konsumen, logistic dan infrastruktur, dan perpajakan transaksi elektronik. Untuk memanfaatkan potensi e-commerce ini, diprlukan peran pemerintah untk membuat strategi yang dapat memfasilitasi fenomena baru. Perlindungan terhadap UMKM produk dalam negeri perlu dilakukan dalam rangka penguatan daya saing UMKM dan produk local. Hal ini dapat dilakukan dengan mengutamakan penjualan produk local di setiap platform, meningkatkan kapasitas, dan pemberian fasilitas kepada pelaku.

Kepopuleran belanja online ini rupanya didorong oleh masyarakat dari dua kalangan, yakni milenial dan generasi Z. Secara populasi, kedua generasi ini juga mendominasi pirmida penduduk Indonesia. Kegiatan belanja online menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, tetapi juga membawa konsekuansi negatif yang tidak diharapkan terutama bagi masyarakat yang melek digital. Belanja bukan lagi sekedar membeli barang, melainkan telah menjadi bentuk hiburan atau perilaku self-reward atau self-healing.

Penulis : Dila Fitri Yanti (mahasiswa Prodi PGSD Muhammadiyah Muara Bungo Jambi)




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama