Kadang Mesra, Kadang Renggang

Seperti yang kalian tahu bahwa Muhammadiyah merupakan ialah organisasi yang dibentuk oleh persyarikatan Muhammadiyah yang dengan bimbingan dan pengawasan, diberi hak dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri. Sedangkan Nahdlatul Ulama atau yang disingkat NU dibentuk oleh para kyai ternama asal Jawa Timur yang digawangi oleh KH Wahab Chasbullah.

Hubungan NU dan Muhammadiyah pada dasarnya sangat dinamis. Kedua ormas islam ini tak jarang menunjukan sikap kemesraan, meski kadang-kadang juga didapati kerenggangan dan juga gesekan. Banyak perbedaan-perbedaan kecil diantar keduanya yang kerap menimbulkan perselisihan yang begitu besar.

Bila melihat aspek relasi sosial atau keagamaan anatar NU dan Muhammadiyah, sebetulnya kedua ormas ini merupakan perwujudan koeksistensi damai dalam konteks keberagamaan islam di Indonesia. Beruntung Indonesia memiliki NU dan Muhammadiyah yang sejak awal memiliki kebulatan tekat dan kesamaan visi dalam memelihara perdamaian dan kerukunan melalui sikap toleran yang dibangun berdasarkan nilai-nilai agama dan budaya. Pada titik inilah, NU dan Muhammadiyah memiliki peranan yang sangat penting dan relevan bagi keberlangsungan bangsa Indonesia.

Kebetulan di tempat tinggal saya gerakan muhammadiyah sudah tersebar, dan salah satunya adalah saudara saya  menjadi bagian dalam organisasi muhammadiyah tersebut. Di desa saya terdapat SD dan SMP Muhammadiyah, adapula sesepuh muhammadiyah di desa saya yaitu Alm.H Anwar, beliau merupakan guru yang menyebarkan ilmu-ilmu muhammadiyah. Di desa saya terdapat juga Organisasi Nahdatul Ulama ( NU ) yang berdampingan dan beriringan dengan Muhammadiyah.  Jarang terjadi perdebatan diantara 2 organisasi tersebut, mereka berjalan beriringan walaupun berbeda cara pemahamannya, tetapi tetap pada tujuan yang sama yaitu beribadah kepada Allah SWT.

Uniknya  ada juga dalam 1 RT tersebut terdapat beberapa anggota keluarga yang mengikuti ajaran muhammadiyah dan NU, namun tetap kompak dalam mengikuti kegiatan desa. Pernah beberapa tahun ke belakang berbeda 1 hari dalam menyambut  hari pertama puasa, yaitu  Muhammadiyah terlebih dahulu, dan sedikit terjadi kesinggungan dan saling membenarkan pada keyakinan mereka, tapi setelah menjalani beberapa hari puasa permasalahan itu sudah mereda dan sudah terbiasa jika menyambut awal ramadhan Muhammadiyah yang menyambut puasa terlebih dahulu.

Contoh pada ramadhan tahun ini Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa Ramadhan 1444 H jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023. Karena Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh majelis Tarjih dan tajdid organisasi islam tersebut. Sedangkan Nahdatul Ulama penentuan hilal atau awal bulan ramadhan perlu di dasarkan pada penglihatan dan pengamatan bulan secara langsung, metode ini yang kemudian dikenal dengan rukhyatul hilal.

Pengamatan hilal tersebut dilakukan pada hari ke-29 atau malam ke-30 dari bulan yang sedang berjalan. Bila malam tersebut hilal sudah terlihat maka malam itu pula sudah dimulai bulan baru. Sebaliknya, jika hilal tidak terlihat maka malam itu adalah tanggal 30 bulan yang sedang berjalan. Malam berikutnya dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar istikmal ( Digenapkan ).

Begitu pula di desa saya ormas Muhammadiyah sudah membetulkan bahwa awal puasa dimulai pada hari kamis, sedangkan bagi yang mempercayai pemerintah/NU masih belum yakin akan keputusan tersebut. Dari hal inilah kadang membuat renggang sesama umat islam kadang terjadi perdebatan yang bisa saja memicu putusnya tali silaturahmi, tapi selepas dari ini semua pada intinya kita sama-sama menyambut bulan yang penuh berkah ini dimana pahala kita dilipat gandakan setiap amal perbuatan kita.

Penulis : Bintang Rizki Pratama (mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah Purwokerto)




1 Komentar

  1. Nesa Ashlih Rachmawati
    Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Walaupun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu memajukan umat Islam, namun terdapat perbedaan dalam beberapa hal. Perbedaan pendapat tentang Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama bisa terus berkembang seiring berjalannya waktu, dan tergantung pada banyak faktor, termasuk perubahan sosial, politik, dan budaya di Indonesia

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama