NU dan Muhammadiyah: Apakah Tidak Ada Persamaannya?

Islam Indonesia dikenal sebagai negara muslim yang menampilkan demokrasi, perdamaian dan peradaban. Hal ini tidak terlepas dari peran ormas Islam, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Sebenarnya NU dan Muhammadiyah bukanlah sekte melainkan organisasi. NU berdiri pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur, dipelopori oleh KH. Hasyim Asy'ari dan ulama lainnya. Dan Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 8 Dzulhijjah 1330 atau 18 November 1912. Dari segi usia, Muhammadiyah memang lebih tua dari NU. Baik NU maupun Muhammadiyah memiliki pengaruh besar dalam proses di Indonesia. Kedua ormas Islam ini ikut serta dalam perjuangan melawan penjajah demi kemerdekaan Republik Indonesia. Kedua organisasi ini juga melahirkan tokoh-tokoh bangsa yang terlibat dalam segala persiapan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, tokoh-tokoh berjasa tersebut semuanya telah dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah. Meski sama-sama tercatat sebagai ormas Islam yang berperan penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, NU dan Muhammadiyah kerap bentrok karena perbedaan praktik ibadah.

Di zaman modern ini, terdapat banyak perbedaan penerimaan fikih antara Muhammadiyah dan NU. Diantaranya perbedaan qunut, perbedaan rakaat saat sholat tarawih, penerapan yasinan, konsep haji, dan hal-hal lain yang belum pernah dibahas sebelumnya. Meskipun ada alasan untuk keduanya. Dalam pengamatan di tempat tinggal saya, memang tidak banyak warga Muhammadiyah yang tinggal, tetapi saya dapat merasakan perbedaannya. Misal pada saat bulan Ramadhan, warga Muhammadiyah biasanya akan memulai hari pertama puasa lebih dulu dibandingkan warga NU. Sementara dalam shalat tarawih sendiri, warga Muhammadiyah akan melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat saja. Namun dibalik itu semua, ternyata ada hal yang membuat saya pikir itu sedikit lucu. Pasalnya saat shalat tarawih, warga Muhammadiyah dan NU akan shalat di masjid yang sama, tetapi ketika warga Muhammadiyah selesai melakukan shalat tarawih 11 rakaat  ada beberapa warga NU yang mengikuti warga Muhammadiyah, akibatnya masjid akan menjadi agak longgar. Tapi dibalik itu ada juga beberapa warga Muhammadiyah  yang menyelesaikan shalat tarawih sampai 23 rakaat. Dari situ saya berfikir, oh mungkin saja itu tergantung dari orangnya masing-masing, karena setiap orang punya pendapat yang berbeda-beda.

Tahlilan merupakan kegiatan membaca serangkaian ayat Alquran dan zikir-zikir dengan maksud menghadiahkan pahala bacaannya kepada orang yang telah meninggal. "Tahlilan" berasal dari kata bahasa Arab tahlīl (تهليل) yang berarti membaca kalimat Lā ilāh(a) illa Allāh (لا إله إلا الله “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allah”), salah satu yang dibaca pada kegiatan tahlilan. Tradisi tahlilan biasa diselenggarakan setiap malam Jumat atau pada hari-hari kesekian setelah meninggalnya seseorang, meskipun tidak terbatas pada dua kesempatan tersebut. Sebagian orang menganggap tahlilan tidak perlu, di Muhammadiyah sendiri tahlilan mungkin jarang atau bahkan tidak ada dibandingkan dengan NU. NU akan mengadakan tahlilan ketika seseorang meninggal, acara slametan, aqiqah, dan acara acara yang lain. Ketika seseorang meninggal, warga NU akan mengadakan serangkaian tahlilan dari 7 hari, 40 hari, 100 hari bahkan seribu hari meninggalnya orang itu. Disamping itu, akan ada berkat atau semacam makanan yang dibagikan kepada masyarakat yang diundang tahlilan. Namun, ada hal yang menarik. Beberapa bulan yang lalu, suami dari tetangga saya meninggal. Keluarganya merupakan warga Muhammadiyah, tetapi setelah kepergian suaminya, tetangga saya mengadakan acara tahlilan. Saya pikir beliau hanya akan mengadakan acara tahlilan sehari, ternyata tahlilan itu berlangsung sampai hari ke-40 kepergian almarhum. Saya merasa bingung dengan kejadian itu, sampai pada akhirnya guru mengaji saya menjawab dan menjelaskan bahwa boleh jika seorang Muhammadiyah mengadakan tahlilan bagi orang yang meninggal. Di samping itu, banyak juga masyarakat Muhammadiyah di sekitar saya yang tidak mengadakan tahlilan.

Selain perbedaan puasa Ramadhan, shalat tarawih dan tahlilan bagi orang yang meninggal, terdapat pula hal lain yang berbeda yaitu masalah pembacaan qunut pada shalat subuh. Suatu ketika, saya pernah shalat subuh di musholla,  tetapi musholla ini bukan tempat shalat subuh yang biasa saya datangi. Musholla ini merupakan musholla yang berada di kawasan warga yang mayoritas adalah Muhammadiyah. Biasanya warga yang bukan Muhammadiyah akan membaca doa qunut pada rakaat terakhir shalat subuh, tetapi pada saat itu saya tidak mendengar doa qunut. Kemudian saya berfikir, apakah semua warga Muhammadiyah tidak membaca qunut pada saat shalat subuh? Dan itu membuat saya sedikit culture shock karena mungkin saya terbiasa shalat subuh menggunakan qunut. Selain perbedaan-perbedaan diatas, masih banyak lagi perbedaan yang lain, seperti : NU membaca sholawat setelah adzan sementara Muhammadiyah tidak; NU membaca niat shalat yaitu Ushalli sedangkan Muhammadiyah tidak membaca niat shalat Ushalli; NU melakukan adzan Jum’at sebanyak 2 kali sementara Muhammadiyah hanya 1 kali; NU menyebut Nabi dengan kata Sayyidina Muhammad sedangkan Muhammadiyah tidak menggunakan kata Sayyidina.

Meskipun terdapat banyak perbedaan, bukan berarti NU dan Muhammadiyah tidak mempunyai persamaan. Ada banyak kesamaan antara NU dan Muhammadiyah. Akan tetapi jika menyebut di antaranya saja misalnya bahwa, NU dan Muhammadiyah adalah sama-sama menganut ajaran Islam, hanya mengakui tuhan yang satu atau esa, ialah Allah swt., mempercayai bahwa Muhammad adalah utusan-Nya dan oleh karena itu menjadikan kehidupannya sebagai tauladan, al Qur’an adalah kitab suci yang harus dipedomani, berkiblat kepada ka’bah, dan keduanya sama-sama berusaha menjalankan kelima rukun Islam sebaik-baiknya. Di sisi lain, ketika saya bergaul dengan orang NU dan orang Muhammadiyah, mereka tidak akan saling mendoakan yang buruk. Mereka berdoa setiap hari untuk keselamatan, pengampunan Allah, kesehatan dan kebahagiaan bagi umat Islam dan Muslim tanpa kecuali dalam kehidupan ini dan selanjutnya. Doa ini juga tidak diskriminatif, misalnya hanya umat Islam yang khusus warga NU dan/atau khusus warga Muhammadiyah. Doa tersebut tidak pernah menyebutkan jenis keanggotaan dalam kelompok.

Selain itu, orang NU juga merasa senang manakala ada orang Muhammadiyah ikut shalat berjama'ah bersamanya. Apalagi, pada suatu saat, dalam kegiatan kultural, misalnya istighosah, tahlil, dan semacamnya, kemudian kelihatan bahwa ada orang Muhammadiyah ikut hadir, mereka menjadi senang. Demikian pula sebaliknya, orang Muhammadiyah juga akan gembira manakala terdapat orang NU yang memasukkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan dan berobat ke rumah sakit yang dikembangkannya. Hal sama pula, orang NU juga bergembira manakala ada anak-anak warga Muhammadiyah belajar ke pesantren yang dikelolanya. Dari perbedaan-perbedaan diatas, menurut saya itu tidaklah berpengaruh, yang terpenting adalah bagaimana kita saling menjaga silaturahim antar sesama manusia, saling membantu dan tolong menolong, bergotong royong meski terdapat perbedaan organisasi atau semacamnya. Kemudian, meski banyak perbedaan antara NU dan Muhammadiyah tetapi dua organisasi ini mempunyai tujuan yang sama yaitu hanya menyembah kepada Allah SWT saja, dan hanya mempunyai agama yang sama yaitu agama Islam, menaati perintah Allah, mengikuti syariat-Nya, menjauhi larangan-Nya dan menjalankan Sunnah Rasul.

Penulis : Husnul Hotimah (Mahasiswa Prodi Sastra Inggris Universitas Muhammadiyah Purwokerto)



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama