“Penjahat bisa merusak dan membakar
kebun bunga, tetapi mereka tak akan sanggup membendung datangnya musim semi!”
Ungkapan itu terasa getarnya hari ini
(5/11). Menyaksikan ratusan ribu manusia memadati kawasan Monas, Jakarta, untuk
menyuarakan gencatan senjata di Gaza, Palestina, rasanya ‘Musim Semi Semangka’
tak bisa dicegah.
Bukan hanya di Indonesia, ‘long march’
semacam ini juga terjadi di berbagai kota lain di seluruh dunia. Jutaan orang
menyemut mengutuk kebiadaban Israel dan menuntut pembebasan Palestina.
Ya, musim semi itu telah tiba.
Seolah-olah, bunga-bunga semangka bermekaran di hati mereka yang terusik oleh
kekejaman Zionis Israel yang membunuh ribuan warga Gaza, mayoritas adalah
anak-anak dan perempuan.
Bukan hanya membombardir wilayah
konflik, atau markas-markas pasukan Hamas, militer Israel juga menghancurkan
rumah sakit, sekolah, kampus, pusat pengungsian, hingga tempat ibadah. Melampui
batas nurani dan nalar.
Tak ayal, publik dunia pun geram. Muak
dengan apa yang dilakukan Israel. Sekeras apapun negara berlambang Bintang
David itu melakukan pembohongan publik melalui rekayasa media, pembungkaman
suara melalui platform-platform teknologi milik mereka, nurani dan suara
kebenaran tak bisa dibungkam.
Konon, bahkan untuk mengibarkan
bendera di tanah air sendiri, warga Palestina dilarang tentara Israel. Bendera
orang-orang Palestina direbut, seperti kebebasan mereka yang direnggut.
Seketika, buah semangka pun menjadi simbol perlawanan. Warnanya dianggap
mewakili.
Dalam beberapa hari terakhir, semangka
bermunculan di mana-mana. Gambarnya menghiasi media sosial. Buah itu juga
dibagikan di banyak aksi masa. Musim semi semangka telah tiba. Untuk rasa
keadilan yang terusik, kemanusiaan yang tercabik-cabik, warga dunia tak bisa
diam. Perlawanan itu nyata.
Lihatlah ‘kebun bunga’ di Gaza, yang
dibakar-dihancurkan hingga porak-poranda. Para perampok itu merebut tanah
leluhur warga Palestina, berpikir bahwa mereka bisa terus melakukannya. Tetapi
para penjajah itu lupa, tak ada satupun orang yang bisa mencegah datangnya
musim semi. Musim yang memekarkan bunga-bunga, mengubahnya menjadi buah yang
ranum dan segar.
Mungkin ini memang waktunya. Musim
semi itu telah tiba. Musim semi yang memekarkan rasa cinta kepada Palestina,
tempat semua ketulusan, keberanian, dan kesungguhan terbaik berada—ditanam dan
disuburkan para syuhada.
Saya merasakan waktu itu perlahan
datang. Tidak melulu atas nama agama, tetapi atas nama kemanusiaan. Siapapun
yang melampaui batas akan dilawan dan dikalahkan. From the river to the sea,
Palestine will be free!
🍉
(Penulis, CEO inilah.com)
AJENG SAFITRI RAHAYU
BalasHapus2211010066
JESLIN OKTAVIA
BalasHapus2211010070
M. Taufiqurrohman
BalasHapus2211010054
VEGA INDRIANA
BalasHapus2211010071
ASYA FAILLAH
BalasHapus2211010063