Di kota asal saya Batam, terdapat berbagai macam agama mulai dari Hindu, Budha, Islam, Kristen, dan Protestan, sehingga kota saya tersebut dianggap sebagai kota yang plural dengan berbagai agama tersebut. Sementara di sekitar rumah saya yang beragama Islam bercorak paham keagamaan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Salafi. Dalam lingkungan masyarakat yang plural tersebut kami terbiasa saling membantu satu sama lain termasuk di antaranya dalam melaksanakan pengajian yang dilaksanakan di Gazebo umum.
Jauh beberapa tahun sebelumnya, terdapat
konflik antara perbedaan paham keagamaan—salah satunya dengan mengadakan pengajian
atau pertemuan yang saling menyinggung keyakinan maupun paham keagamaan orang
lain. Salah satu faktor pemicu tersebut dikarenakan masih kurangnya pemahaman terhadap aturan dan kebijakan
yang berlaku, salah satunya dengan penggunaan pengeras suara yang cukup keras
dan melewati batas aturan yang disepakati.
Penggunaan pengeras suara yang berlebihan
mendapatkan komplen antara umat beragama. Tidak terkecuali umat Islam yang melakukan
kegiatan pengajian dengan pengeras suara maupun kebaktian yang selenggarakan di
Gereja. Untuk menggulangi konflik tersebu, maka pihak RT/RW melakukan turun
tangan untuk menangani masalah tersebut dengan melakukan media dan kontrak
bersama yang menjadi aturan bersama yang lebih tegas untuk kedepannya untuk
agar lebih dipatuhi oleh setiap perorangan maupun dalam suatu ruang lingkup
suatu kegiatan untuk mulai menerapkan
peraturan yang baru. Jika salah satu dari mereka melanggar akan dikenakan
sangsi yang berat, hal ini dilakukan agar tidak terjadi lagi keributan antar
perbedaan agama, jika hal itu terjadi lagi dampak besar akan terjadi di lingkup
social yang ada di wilayah itu dan menjadi diskriminasi antar agama.
Kini, masyarakat sudah lumayan memahami arti
besar toleransi, toleransi sendiri bukan hanya menjelaskan tentang saling menghargai
satu dengan lainnya, namun arti toleransi itu sangan luas, dengan demikian pula
setiap umat beragama harus sudah bisa membedakan yang mana yang baik, bukan
hanya untuk agama mereka masing-masing, namun di peruntukan untuk masyarakat
sekitar dengan paham keagamaan dan agama yang berbeda pula.
Prinsipnya toleransi sangat menjunjung
tinggi sebuah kemakmuran yang terjadi di lingkungan sekitar kita, tetapi hal
itu masih sedikit orang yang menjalankan atau memperaktikkan hal tersebut dan
jika toleransi tidak ditekankan secara keras, maka negara ini bisa hancur karena
ulah kita sendiri akibat kurangnya rasa toleransi.
Penulis : Rozul Dzaki Khaidar (mahasiswa
Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Purwokerto)
Nama : Salsabila Putri Khairunnisa
BalasHapusNIM : 1902010128
Menanggapi artikel yang ditulis oleh Rozul Dzaki Khaidar, pertama-tama, toleransi sendiri memiliki definisi sikap saling menghormati, saling menghargai, menyampaikan pendapat, pandangan, kepercayaan kepada individu lain yang bertentangan dengan kepercayaan yang ada pada diri sendiri. Sedangkan Toleransi beragama merupakan sikap saling menghargai, menghormati setiap keyakinan yang dipegang pada tiap individu, tidak akan memaksakan kehendak orang lain dan tak akan mencela maupun menghina kepercayaan atau agama lain dengan atau tanpa alasan apapun.
Di kota kelahiran saya, Cilacap, terdapat berbagai macam pula agama yang dianut oleh masyarakat sini, yaitu islam, protestan, katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, dan kepercayaan lain sebanyak 0,30 %. Di sekitar rumah saya dikelilingi oleh orang-orang yang menganut agama islam dengan paham Kemuhamadiyaan, selain paham Muhammadiyah sendiri ada pula yang menganut paham Nahdlatul Ulama. Ada pula beberapa yang menganut agama lain seperti kristen katolik atau protestan.
Berbeda dengan apa yang di alami oleh penulis, alhamdullilah, tidak pernah terjadi konflik akibat dari adanya perbedaan paham keagamaan sendiri. Semuanya saling mengerti dan paham dengan konsep toleransi itu sendiri, walaupun terdapat tetangga saya yang bukan bergama islam dan memiliki rumah dengan masjid bukan jadi alasan terjadinya konflik antara agama.
Beberapa tahun silam, ketika saya masih duduk di bangku SMA, saya memiliki teman sekelas berupa tiga orang yang memegang kepercayaan Kristen. Di sekolah saya dulu setiap pagi diwajibkan kepada pada siswa dan siswi untuk membaca Al-Quran bersama dikelas masing-masing dan untuk yang beragama non-islam mereka akan pergi ke ruangan keagamaan dan membaca kitab agama mereka. Ada pula pada setiap hari jumat para siswa dan guru pria untuk melaksanakan solat jumat bersama sedangkan untuk siswi putri melaksanakan kegiatan keputrian yang biasanya diisi oleh kegiatan membaca Al-Quran bersama atau saling sharing tentang hal-hal yang bersangkutan dengan agama islam, sedangkan untuk siswa siswi beragama non-islam akan berada sama pergi ke ruang keagamaan untuk membaca atau sharing tentang hal-hal yang bersangkutan dengan agama mereka. Walaupun begitu kehidupan sekolah dan pertemanan kami tetap rukun karena saling memahami dan juga saling menghormati dengan agama yang kami pegang masing-masing. Pada bulan ramadhan pun beberapa kali kami melakukan acara berbuka bersama, walaupun perbedaan agama namun mereka terkadang paling semangat sekali jika kegiatan tersebut dilakukan.
Dan kini seiring berjalannya waktu dan majunya teknologi, manusia makin paham dan mengerti dengan konsep toleransi beragama tersebut. Khususnya sebagai umat muslim, kita harus saling menghormati dan juga menghargai umat lain di dalam hal kemanusiaan. Kita harus menjaga citra islam dalam hal kemanusiaan baik dengan sesama umat muslim maupun umat non muslim. Seperti yang telah disebutkan dari yang terdahulu, ‘tidak ada paksaan dalam agama, bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami’.