Dinamika Islam di Bumi Nusantara

Islam lahir di tengah bangsa Arab pada 14 abad yang lalu sebagai agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kehadira Sang Nabi yang menjadi rahmat bagi alam raya, bukan hanya untuk umat Islam sendiri. Agama ini menjadi penyempurna atas agama samawi terdahulu, Nabi Muhammad pun dinobatkan menjadi nabi terakhir atau penutup para nabi.Sebagai agama penutup, Islam memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan agama lainya. Islam menghadirkan konsep agama sebagai tatanan utama dalam kehidupan. Islam tidak hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga mengatur hubungan manusia dengan alam raya dan sesama.Dilihat dari sejarah, Islam mampu mengubah peradaban bangsa Arab. Tatanan bangsa Arab yang semula kolot dan jumud, bahkan tidak mengenal perikemanusiaan, menjadi berubah 180 derajat berkat hadirnya risalah Islam. Dapat pula dikatakan Islam menjadi ideologi dan menjadi pedoman kehidupan baru warga Timur Tengah.

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Wahyu Tuhan yang menjadi kitab suci terakhir dari rahim agama samawi untuk pedoman umat Islam. Di dalamnya banyak menerangkan secara konseptual peran Islam dalam memandang kehidupan. Keunikan Al-Quran dibandingkan kitab lainnya sangat tampak.Sebagian besar kitab menerangkan tentang ketuhanan dan hubungan manusia dalam bertuhan dan menghamba. Al-Quran juga menerangkan tentang konsep kehidupan yang universal dan menyeluruh. Di dalamnya sangat menekankan konsep kehidupan bagi umat Islam agar menjadi saleh. Saleh secara pribadi, sosial, dan universal.Al-khair adalah kata kebaikan yang bersifat diakui oleh semua golongan dan agama apa pun, kebaikan universal secara duniawiah. Dimensi humanitas kedua adalah al-ma’ruf. Al-ma’ruf adalah kebaikan khusus yang hanya berlaku secara internal Islam dan kebaikan yang lebih mengandung makna transendental; ketuhanan.

Islam dalam Dinamika Global

Islam mengalami dinamika dan pergolakan  yang kuat. Banyak kejadian yang terjadi di dunia ini karenanya. Bukan hanya dalam hal kebaikan yang mengarah ke internal umat Islam sendiri, namun banyak juga peristiwa yang terjadi menjadikan citra Islam buruk. Dari banyaknya peristiwa ini munculah fenomena phobia terhadap Islam. Terutama di dunia Barat, fenomena Islamofobia menjadi momok bagi masyaratkat Barat.

Islamofobia hari ini yang paling populer adalah soal teroris. Banyak peristiwa yang menjadikan Islam lekat dengan diksi terorisme. Hal ini mengubah pengartian Islam yang damai dan sejuk menjadi agama yang membawa peperangan dan permusuhan. Ditambah lagi dengan makin berkecamuknya perang di negara-negara Timur Tengah yang notabene negara Islam, makin menjadikan citra Islam buruk dan jahat dalam pendangan masyarat global.

Perlu diketahui, perkembangan Islam tidak hanya dalam aspek akidah, ibadah, dan hal yang berkaitan dengaan jihad semata. ada aspek sosial yang berkembang dan kemudian memberi warna di suatu daerah dimana Islam tersebut hadir dan berkembang. Dalam kebudayadinamikal sosial, Islam mengaturnya dalam ketentuan muamalah.Dalam hukum dasar muamalah adalah semuanya boleh asal tidak ada dalil yang melarang. Melihat perkembangan dan metode pengembangan Islam akhir-akhir ini, terkhusus di Indonesia, sangat memungkinkan Islamofobia pada aspek budaya akan muncul ke depan. Hal ini dengan melihat kian banyaknya paham Islam transnasional di Indonesia.Bukan masalah kehadirannya yang membawa aliran, tapi lebih pada metode dan sistem gerakan dakwah yang digunakan. Bahkan, secara subjektif dapat dikatakan dengan taktik mencari perlindungan di bawah ormas yang sudah ada. Mereka membangun sebuah rumah di dalam rumah, jika rumah yang mereka bangun sudah berkembang kemudian merusak jati diri pemikiran rumah yang asli. Mungkin jika dianalogikan, sesederhana itu perumpamaan cara mereka melakukan penyebaran pahamnya

Dinamika Islam Indonesia

Dalam konteks historis, di Indonesia ada dua ormas besar yang asli milik Indonesia. Walau masih banyak lagi, tapi dua ini sering mewakili sebagian besar kalangan umat Islam di Indonesia. Dua ormas ini adalah Muhammadiyah dan NU.Secara kultur memang kedua ormas ini berbeda. Muhammadiyah lahir dari Yogyakarta dengan geografi perkotaan dan didirikan oleh seorang Muhammad Darwis yang bekerja sebagai seorang pedagang. Muhammadiyah sering  diwakili dengan kalangan menengah dan kaum intelektual.Sedang saudara Muhammadiyah, yaitu Nahdatul Ulama, dilahirkan di Jombang, Jawa Timur,  yang secara geografi adalah daerah kota kecil dan pedesaan, dengan seorang pendiri adalah sosok kiyai pondok pesantren. Kalangan NU sering mewakili kalangan tani dan kaum santri.Perbedaan inilah yang membuat dua organisasi ini memiliki perbedaan. Tapi pada hakikatnya keduanya banyak memiliki kesamaan. Muhammadiyah dan NU sama-sama berislam secara kaffah tanpa meninggalkan corak asli bangsa Indonesia semangat keindonesiaan. Bahkan, keduanya terlibat dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia.Pertentangan budaya dan agama bukan hal baru dalam perjalanana dunia. Namun, terkhusus di Indonesia, sampai saat ini semua masih dapat berjalan secara seimbang. Agama yang hadir mampu berkembang dengan tetap memberi ruang untuk budaya bertahan. Bagaimana gerakan Islamisasi budaya dilakukan oleh para pendakwah.Islam indonesia berkembang menjadi agama terbesar di Nusantara, tapi Islam tetap mampu untuk memberikan ruang bagi budaya lokal. Walaupun ada juga konflik antara pemangku adat dan para pemangku agama di beberpa momen tertentu.

Integrasi Adat dan Nilai Agama

Pada era globalisasi, perpaduan antara adat dan agama menjadi identitas tersendiri dan menjadi benteng bagi generasi muda untuk melawan arus globalisasi. Agama dan adat menjadi benteng moral dan perilaku bagi komponen bangsa di tengah abu-abunya identitas nasional Perlunya komparasi nilai yang masif dan terstruktur baik dari kalangan adat yang merepresentasikan aspek kebudayaan dan nilai lokal. Agama yang mereprentasikan nilai yang bersifat ketuhanan dalam aspek spiritualitas, walau pada banyak kasus adat jugamengandung nilai spiritualitas yang berhubungan dengan leluhur atau kepercayaan para nenek moyang yang ada.

Penulis : Ulfa Widyastuti (mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Purwokerto)



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama