Kurangnya Edukasi Pentingnya Sertifikasi Halal

Produk halal telah menjadi bagian dari bisnis dunia yang nilainya sangat besar dan menjanjikan. Bukan hanya negara-negara Islam yang peduli produk halal, negara-negara “sekuler” dan minoritas muslim pun menjadikan isu halal ini sebagai competitive advantage. Jepang, misalnya, menjadi salah satu negara paling berambisi menjadi role model produk halal dunia. Pemerintah Jepang sangat gencar membangun berbagai fasilitas untuk mengembangkan bisnis produk halal. Satu kota di Jepang, yaitu Fuji, sudah mendeklarasikan diri sebagai kota halal.

Peluang bisnis makanan halal cukup menjanjikan di negara-negara minoritas muslim seperti Thailand, Selandia Baru, Korea Selatan, China, Australia, Prancis, Amerika Serikat, dan Eropa. Pasar atau konsumen halal tak melulu warga asing muslim. Pertumbuhan penduduk muslim di negara-negara tersebut turut memicu kebutuhan konsumsi halal. Sebagai gambaran, populasi muslim dunia diperkirakan mencapai 2,2 miliar jiwa pada 2030 atau 23% populasi dunia. Dari jumlah itu terbanyak berada di Asia-Pasifik, lalu Timur Tengah, Afrika, Eropa, hingga Amerika Utara dan Latin.

Pertumbuhan pasar dan produk halal dunia itu memicu gaya hidup halal yang berskala dunia atau global halal lifestylePada level personal, tren gaya hidup halal ditandai makin membaiknya kesadaran halal (halal awareness) masyarakat (bukan hanya muslim) yang dipengaruhi cara pandang, prinsip, dan nilai yang dianut seseorang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Di Indonesia, fenomena konsumen memilih makanan halal, berbelanja produk halal, mengenakan pakaian muslimah, rekreasi ke destinasi yang ramah muslim (muslim friendly), atau bertransaksi menggunakan produk-produk syariah bukan hal yang ganjil. Semua perilaku itu bisa disebut gaya hidup halal karena dilandasi kesadaran bahwa halal bukan saja karena perintah agama, tetapi baik dan berguna bagi kehidupan.

Permasalahan tentang produk makanan yang haram selalu membuat gelisah dan menimbulkan rasa khawatir di masyarakat. Banyaknya produsen makanan yang melakukan kecurangan dengan mencampurkan bahan yang tidak sehat, berbahaya dan haram menurut hukum Islam ke dalam bahan baku makanan, disinilah besar kemungkinan terjadi dimana makanan yang halal menjadi haram. Tapi masyarakat tidak mampu berbuat banyak karena memang permasalahan ini harus diteliti secara rinci oleh ahlinya saja.Untuk menentramkan hati dan batin konsumen maka Majelis Ulama Indonesia yang mengemban amanah Khidmatul-ummah dan Ri’ayatul-ummah, melayani umat dengan mengeluarkan peraturan Sertifikat Halal sebagai solusi terhadap permasalahan status kehalalan produk makanan yang beredar di masyarakat.Dalam menjalankan program sertifikat halal MUI lebih khususnya bidang Komisi Fatwa adalah pemegang peran penting dalam memfatwakan status kehalalan terhadap produk makanan, yang berakhir dengan keluarnya Sertifikat Halal.

Permasalahan tentang produk makanan yang haram selalu membuat gelisah dan menimbulkan rasa khawatir di masyarakat. Banyaknya produsen makanan yang melakukan kecurangan dengan mencampurkan bahan yang tidak sehat, berbahaya dan haram menurut hukum Islam ke dalam bahan baku makanan, disinilah besar kemungkinan terjadi dimana makanan yang halal menjadi haram. Tapi masyarakat tidak mampu berbuat banyak karena memang permasalahan ini harus diteliti secara rinci oleh ahlinya saja.Untuk menentramkan hati dan batin konsumen maka Majelis Ulama Indonesia yang mengemban amanah Khidmatul-ummah dan Ri’ayatul-ummah, melayani umat dengan mengeluarkan peraturan Sertifikat Halal sebagai solusi terhadap permasalahan status kehalalan produk makanan yang beredar di masyarakat.Dalam menjalankan program sertifikat halal MUI lebih khususnya bidang Komisi Fatwa adalah pemegang peran penting dalam mem-fatwakan status kehalalan terhadap produk makanan, yang berakhir dengan keluarnya Sertifikat Halal.

Sebagai negara yang didominasi oleh masyarakat muslim, tak heran lagi jika Indonesia memiliki peraturan mengenai jaminan kehalalan dari produk yang beredar di pasaran. Maka dari itu, setiap pelaku usaha sebaiknya mengurus sertifikasi halal dari produk yang dijualnya. Selain memang merupakan salah satu aturan pemerintah untuk menjual produk yang bersertifikasi halal, berikut ini beberapa manfaat lainnya dari sertifikasi halal yang harus diketahui.

Produk terjamin aman untuk dikonsumsi

Seperti telah disebutkan sebelumnya, suatu produk yang sudah memiliki label halal berarti telah dijamin keamanan serta kehalalannya. Sebab, guna mendapatkan sertifikat halal, produk tersebut harus melewati berbagai tahapan yang ketat. Mulai dari awal produk tersebut diproduksi sampai dijual, yang tidak terlepas dari penilaian untuk mendapatkan sertifikasi halal yang ketat.

Meningkatkan kepercayaan konsumen

Karena kebanyakan konsumen di Indonesia merupakan masyarakat muslim, maka logo halal pada suatu produk sangat dipertimbangkan. Makanya, konsumen biasanya akan lebih percaya dengan produk yang telah mendapatkan sertifikasi halal. Apalagi sertifikasi halal hanya bisa didapat dari lembaga pemerintah yang terpercaya, sehingga secara tak langsung kamu bisa meningkatkan kepercayaan konsumen.

Memberikan ketenangan terhadap konsumen

Dikutip dari IHATEC, produk yang sudah tersertifikasi halal juga bisa memberikan rasa tenang pada konsumen ketika mereka mengonsumsi produk tersebut. Label halal yang tercantum pada produk akan memberikan ketenangan terkait kehalalan produk yang dikonsumsinya. Secara tak langsung, kamu bisa meningkatkan penjualan dengan mengurus sertifikasi halal, sebab konsumen tak perlu ragu lagi ketika ingin membeli produk.

Produk memiliki unique selling point (USP)

Manfaat lain dari sertifikasi halal adalah produk yang kamu jual lebih memiliki unique selling point (USP). Bukan tanpa alasan USP menjadi penting untuk pelaku usaha, sebab hal ini bisa membantumu dalam bersaing dengan kompetitor, terlebih jika mereka belum memiliki sertifikasi halal. Dengan kata lain, produk menjadi pilihan utama bagi konsumen, terutama konsumen muslim.

Kesadaran individual untuk berperilaku halal ini diikuti gerakan kolektif membangun kehidupan yang lebih baik dengan standar, prinsip, dan nilai yang relevan dengan tuntutan syariat Islam. Muncullah kemudian bentuk-bentuk kesalehan baru bagaimana orang Islam hidup, bekerja, bertingkah laku, mengonsumsi makanan dan minuman, mengenakan busana, perawatan tubuh, menyalurkan minat, dan bagaimana membelanjakan uang serta mengalokasikan waktunya. 

Tak disangka kesadaran ini membuka peluang baru di sektor produk halal yang meluas. Sektor pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kuliner, fashion, farmasi, personal care products, media, pariwisata, pendidikan, ibadah haji dan umrah, zakat/infak/sedekah/ wakaf, hingga preferensi keuangan syariah, bahkan properti, hotel, dan rumah sakit kini bergeliat menjadi lahan bisnis halal yang menantang dan menjanjikan.

Penulis : Nesa Ashlih Rachmawati (mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Purwokerto)





1 Komentar

  1. Kevin Arya Aditya
    Menurut keterbatasan ilmu yg saya punya, Indonesia memiliki kekeliruan berpikir. Kita telah bertahun-tahun memilah dan memberi sertifikasi halal pada makanan dan minuman. Mayoritas penduduk Indonesia beragama islam, maka asumsinya makanan di Indonesia relatif halal, maka yg dibutuhkan adalah sertifikasi haram. Di Barat mayoritas beragama nasrani, asumsinya makanan di sana relatif haram, maka yg diperlukan sertifikasi halal agar kaum muslim lebih mudah membedakannya. Mungkin seyogianya logikanya demikian, tetapi mungkin pendapat saya jg banyak kekeliruannya, mohon maaf.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama