Perkembangan Muhammadiyah di Purbalingga sekitar tahun 1918 yang dimulai dari pengajian di desa desa yang terdapat di Purbalingga pusat kemuhamadiyahan di Purbalingga pada waktu itu berpusat di masjid At Taqwa tepatnya di Purbalingga wetan. Pada tahun 1946 pusat kemuhamadiyahan di Purbalingga pindah ke gedung pendopo dan pada waktu itu masih berstatus meminjam gedung tersebut.
Gedung yang menjadi pusat Muhammadiyah itu merupakan gedung milik Raden Mas
sobali dan Raden Ayu Anjani beliau merupakan keturunan dari Raden Tumenggung
Dipokusumo V ( bupati Purbalingga ke Vll ). Dengan berjalannya waktu gedung
tersebut akhirnya dibeli oleh pengurus Muhammadiyah dengan dibantu oleh
donatur yang merupakan pengusaha
sekaligus pengurus kemuhamadiyahan di Purwokerto beliau bernama K.H Abu
Dadiri.ketua pimpinan daerah Muhammadiyah ( PDM ) saat ini di ketuai oleh Ali
Sudarmo.
Di desa Penaruban Sebagian besar masyarakatnya menganut
agama Islam tetapi juga terdapat masyarakat yang non islam walaupun jumlahnya
tidak sebanyak masyarakat yang muslim. Untuk masyarakat yang menganut agama
Islam juga terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok Muhammadiyah dan kelompok
Nahdlatul ulama ( NU ).
Menurut pandangan saya sebagai masyarakat desa Penaruban
yang lahir dan besar di desa tersebut tentunya banyak sekali perbedaan yang
saya amati. Kemuhamadiyahan di desa Penaruban pada saat itu dipimpin oleh alm
Drs H Hendar Mulyono. Beliau merupakan pemuka agama di desa Penaruban dan
pengaruh besar kemuhamadiyahan di desa Penaruban dan beliau pernah menjadi
ketua kemuhamadiyahan di kabupaten Purbalingga.
Menurut pandangan saya semasa beliau masih hidup kelompok
Nahdlatul ulama (NU) di desa Penaruban belum terlalu muncul dan yang saya tahu
masyarakat desa Penaruban pada umumnya masuk kedalam kelompok Muhammadiyah.
Tetapi hal itu menjadi berbeda pada saat beliau wafat saat terjadinya pandemi
covid-19. Setelah beliau wafat kelompok Nahdlatul ulama (NU) mulai menunjukkan
keberadaannya di desa Penaruban hal itu diperkuat dengan adanya pembangunan
musholla di satu Rukun tetangga( RT) dimana di RT tersebut terdapat 2 mushalla
untuk jamaah kelompok NU dan kelompok Muhammadiyah.
Tempat pengajian Qur’an pun terbagi menjadi 2 TPQ
Muhammadiyah dan TPQ NU serta letak TPQ tersebut berbeda dimana letak TPQ
Muhammadiyah berasa di sekitar masjid Muhammadiyah sedangkan TPQ Nahdlatul
ulama ( NU ) terletak di dekat musholla Nahdlatul ulama (NU). Untuk kegiatan
Islam muhamadiyahan di desa Penaruban seperti kegiatan pengajian dilakukan
sehabis sholat Maghrib di setiap malam Selasa dan malam Sabtu. Sedangkan untuk
kegiatan Islam Nahdlatul ulama (NU) di desa Penaruban biasanya dilakukan di
rumah rumah warga yang menganut aliran Nahdlatul ulama (NU) kegiatan yang
dilakukan seperti sholawat dan hadroh.
Dalam kegiatan sholat Jumat antara aliran Muhammadiyah dan
Nahdlatul ulama (NU) dilakukan di masjid yang berbeda warga aliran Muhammadiyah
melakukan sholat Jumat di masjid Muhammadiyah sedangkan untuk warga aliran
Nahdlatul ulama (NU) melaksanakan sholat Jumat di masjid Nahdlatul ulama (NU).
Menurut
pendapat saya setelah banyaknya kelompok Nahdlatul ulama (NU) yang mulai muncul
jadi sering terdapat acara sholawat Genjringan dan hal itu sebenarnya tidak
menjadi masalah bagi saya. Karna hal tersebut membawa pengaruh positif mengajak
masyarakat untuk bersholawat. Dan menurut saya warga desa Penaruban sangat
menjunjung tinggi nilai toleransi antar agama baik dari kelompok Muhammadiyah
dan Nahdlatul ulama (NU) serta kelompok masyarakat yang non Islam, hal ini dibuktikan
pada acara Penaruban bersholawat yang diadakan oleh kelompok Nahdlatul ulama
(NU) mereka memakai halaman depan gereja
desa Penaruban sebagai tempat berlangsungnya kegiatan sholawat dan respon dari
masyarakat non muslim di desa Penaruban sangat mendukung kegiatan tersebut.
Dan sebaliknya pada acara Natal masyarakat islam juga ikut
menjaga keamanan dan ketertiban agar warga non islam dapat beribadah dengan
aman dan nyaman tanpa ada gangguan dari luar. Kehidupan beragama akan menjadi
tentram jika semua warganya saling menghormati dan menghargai . Jadi menurut
saya tidak masalah mau masuk kedalam kelompok Muhammadiyah atau NU itu urusan
pribadi yang terpenting tetap saling menghormati dan tidak menyimpan dari
ajaran Islam yang telah ada.
Penulis : Alex Firliansa (mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah Purwokerto)