Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua
organisasi masyarakat islam yang bergerak pada bidang keagamaan khususnya
dakwah yang sangat populer di Indonesia. Dua organisasi tersebut merupakan
organisasi masyarakat islam terbesar di Indonesia. Jika melihat jejak rekam dua
organisasi tersebut, satu hal yang sering terngiang-ngiang adalah masalah
perbedaan pola pandang. Nahdlatul Ulama (NU) yang terkenal toleran terhadap
tradisi Indonesia, karena para pendahulu kita menggunakan tradisi Indonesia
untuk berdakwah menyebarluaskan ajaran agama Islam
di Indonesia sehingga kita tidak boleh melupakan sejarah dan juga alat pengukir
sejarah itu sendiri.
Muhammadiyah yang dikenal mensucikan Islam dan
melakukan terobosan di bidang pendidikan. Karena dalam ajaran Muhammadiyah
mereka hanya fokus kepada ajaran atau amalan-amalan yang dilakukan oleh
Rasullah SAW. Tetapi keduanya memiliki ciri khas masing-masing, namun pada
dasarnya sama-sama ingin memperkenalkan Islam dan ajarannya kepada semua orang.
Walaupun kita sering melihat perbedaan arah dan kebijakan yang berbeda dari
keduanya. Namun, keduanya tetap berpijak pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga aktif di
kancah politik Indonesia. Keduanya telah mewarnai perjalanan politik Indonesia
melalui berbagai ide kreatif. Hal tersebut tidak lepas dari peranan organisasi
masyarakat Islam, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah
merupakan organisasi masyarakat islam yang memiliki pengaruh besar dan juga
memiliki peran penting dalam merawat dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Sedari kecil sampai usia 19 tahun saya hidup dan
tinggal di lingkungan NU, dimana di desa saya semuanya menganut islam NU. Pernah
saya diceritaklan oleh seorang kyai di desa saya beliau bercerita bahwa “dulu
pernah ada kabar bahwa di desa kita ada yang menganut paham Muhammadiyah tetapi
tidak berlangsung lama, orang-orang tersebut sudah tidak kelihatan lagi,
mungkin karena mereka minoritas, hilangnya pun tidak diketahui kemana arahnya”
jadi memang desa kita ini dari zaman dahulu terkenal kental dengan ajaran Nahdlatul
Ulama (NU) untuk buktinya masih ada dua atau tiga pondok pesantren berbasis NU
yang masih beroperasi sampai saat ini.
Selain itu, dari buyut saya yang notabennya beda
kabupaten pun beliau menganut islam NU. jadi, saya sudah sangat kental dengan
kebiasaan kebiasaan NU. dari mulai sholat subuh menggunakan qunut, tahlilan 3
hari 7 hari 40 hari, ziarah kubur, membaca yasin ketika malam jum’at,
memperingati maulid nabi dan isra’ mi’raj, ngupati kehamilan 4 bulanan, 7
bulanan kehamilan, dan lain sebagainya. Selain itu, saya juga aktif mengikuti organisasi
masyarakat IPNU IPPNU di desa saya, saya pernah menjabat sebagai sekretaris
periode tahun 2021-2022, dan di kecamatan/Pimpinan Anak Cabang yang biasa
disebut PAC saya pernah menjabat di departemen seni dan budaya periode tahun
2020-2021.
Sudah bisa dilihat betapa lamanya saya belajar di NU. Mulai
dari TK sampai SMA saya berada dilingkungan NU. Akan tetapi, pada saat kuliah
saya masuk di kampus Muhammadiyah. Sebenarnya, awalnya saya tidak berniat
kuliah di kampus Muhammadiyah. akan tetapi, karena saya tidak diterima di
kampus negeri, alhasil saya memilih kampus Muhammadiyah dengan alasan ada
jurusan yang ingin saya ambil dan juga kampus Muhammadiyah ini jaraknya dekat
dengan rumah, kurang lebih 1 jam sehingga saya bisa pulang kampung setiap
seminggu sekali. mungkin itu juga takdir dari Allah SWT untuk saya dapat
menambah wawasan di kampus Muhammadiyah.
Di kampus Muhammadiyah ini saya benar benar merasakan
perbedaan kedua paham organisasi tersebut yaitu NU dan Muhammadiyah. Akan
tetapi, disini saya juga banyak menambah pengalaman dan juga wawasan tentang
kemuhammadiyahan. Di kampus ini juga saya baru tau ternyata pendiri NU yaitu
K.H. Hasyim Asy’ari dan pendiri Muhammadiyah yaitu K.H Ahmad Dahlan ternyata
saudara.
Saya seperti tersesat di jalan yang benar. Karena
Muhammadiyah dan NU kan sama-sama islam. Akan tetapi saya merasa bahwa kedua
ajaran tersebut sangat berbeda sehingga saya seringkali merasa tidak nyaman
ketika saya hendak melakukan kebiasaan amalan-amalan ajaran Nahdlatul Ulama
(NU) di tengah masyarakat yang menganut paham Muhammadiyah. Apalagi ketika
teman-teman di IPNU IPPNU saya tau bahwa saya kuliah di kampus Muhammadiyah.
Seketika saya merasa dibeda-bedakan. Tetapi mereka juga tidak berhak mengatur
jalan hidup saya. Toh mereka juga tidak ikut serta dalam menyumbang material.
Mungkin mereka takut temen seperjuangannya jadi
terpengaruh dengan ajaran Muhammadiyah. Akan tetapi yang tahu diri saya ya
pastinya saya sendiri. Saya sudah dewasa dan juga dikaruniai akal yang sehat
oleh Allah SWT jadi saya bisa menggunakan akal saya untuk menerima dan juga
memilih ajaran-ajaran atau amalan-amalan yang saya percayai untuk saya lakukan
dan terapkan didalam hidup sehari-hari.
Dalam ajaran Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
memang banyak perbedaan, perbedaan cara pandang adalah hal yang lumrah
setidaknya masih menggunakan dasar-dasar Islam dan berpedoman pada aturan Islam
yang benar. Perbedaan tersebut akan terasa indah apabila saling mengerti dan
saling toleransi. Apapun itu sebagai manusia dalam hidup hanya bertujuan
menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya agar kita
mendapat ridha-NYA.
Perbedaan dalam pendidikan dan pengalaman itulah yang
menyebabkan Muhammadiyah dan NU menjadi dua organisasi islam yang berbeda,
meski hal tersebut tidak bersifat prinsipil, sehingga perbedaan Muhammadiyah
dan NU ini masih berada dalam koridor toleransi dan tidak sampai menimbulkan
konflik yang bertujuan untuk membelah umat Islam, apalagi mempertegas bahwa ormas
ini lebih benar daripada yang lainnya. Cuman memang dengan adanya organisasi masyarakat islam
ini memngelompokkan umat-umat yang memang dengan kepercayaan individu
masing-masing. Kita tidak boleh memaksaan kepercayaan orang. Yang boleh yaitu
kita mengajak mereka dengan cara berdakwah. Dalam berdakwah pun kita dilarang
menggunakan kekerasan. Karena islam dikenal dengan caranya menyebarkan agama
islam dengan cara yang lemah lembut sehingga kita tidak boleh merusak citra
islam itu sendiri.
Justru perbedaan itu adalah untuk mempertegas misi
keagamaan yang ingin dibangun oleh keduanya. Memang mungkin keduanya memiliki
cita-cita yang sama, yaitu melakukan amalan-amalan yang bisa membuat kita
mencapai ridha Allah SWT. Hanya saja dalam metode dan praktiknya didapati
perbedaan-perbedaan. Contohnya dalam Nahdlatul Ulama (NU) pada amaliah-amaliah
lain; seperti sholat subuh menggunakan qunut, tahlilan 3 hari 7 hari 40 hari,
ziarah kubur, membaca yasin ketika malam jum’at, memperingati maulid nabi dan
isra’ mi’raj, ngupati kehamilan 4 bulanan, 7 bulanan kehamilan, dan lain
sebagainya. Tetapi, Nahdlatul Ulama (NU) pasti memiliki alasan-alasan normatif
dan rasional untuk melaksanakan ibadah tersebut. Sehingga seharusnya tidak
boleh berdebat dan saling menyalahkan.
Begitu pula dengan Muhammadiyah. Sampai saat ini, yang
diperlukan adalah ketulusan sikap bertoleransi dalam menerima perbedaan yang
ada. Oleh karena itu, tidak menjadi masalah yang besar bagi kedua belah pihak.
Bukankah saling menghargai tanpa ikut campur tangan akan lebih indah? Ibadah
dengan caranya masing-masing tanpa harus berdebat, saling menyalahkan dan
menjatuhkan, langsung mengecap suatu tindakan salah karena tindakan tersebut
tidak dilakukan leh Rasulallah SAW. Kalau pun tidak dilakukan oleh Rasulallah SAW,
apakah boleh langsung mengecap suatu tindakan itu salah? Tanpa melihat dan
merinci apa tujuan mereka melakukan ibadah tersebut.
Menurut saya, kita sebagai umat islam yang harusnya
kita bisa bersatu dan maju akan tetapi dalam memilih kepercayaan suatu organisasi
masyarakat saja kita masih berdebat bahkan sampai sekarang. Jadi kapan kita
bisa bersatu? Sedangkan mereka yang non islam saja selalu mencari celah kita
agar umat islam itu bisa diadu domba, sehingga mengalami perpecahan. Ayolah
sudahi perdebatan kita. Mereka yang non islam takut loh kalau seandainya umat
islam itu sudah bersatu. Tetapi kita sebagai umat islam malah takut untuk
bersatu.
Saya pribadi akan tetap berada dikoridor Nahdlatul Ulama (NU) tetapi bukan berarti saya menyalahkan ajaran Muhammadiyah itu tidak. Dikarenakan saya sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan Nahdlatul Ulama (NU) di lingkungan kampung halaman saya.
Penulis : Mar’atun Sururiyah (mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah Purwokerto)
Menurut saya tidak apa bila seorang NU berkuliah di Muhammadiyah, karena bagi saya keyakinan itu harus dijalankan sebagaimana mestinya, dan yang namanya menuntut ilmu bisa dimana saja dan selama kita nya yang menjalankan merasa baik baik saja, saya rasa tidak masalah
BalasHapusTri Okta Viani 2102010234
BalasHapusSetelah membaca artikel ini, ternyata saya memiliki kesamaan dengan penulis, tumbuh di NU dan kuliah di Muhammadiyah. Dan saya setuju dengan artikel tersebut bahwa kita harus tetap bertoleransi dalam perbedaan yang ada dan tidak berdebat. Terima kasih untuk artikelnya, ini sangat menarik.
Bananda Salsabila Nurfiyanti(2102010263) dari artikel yg diatas saya setuju karena saya sendiri jg dari lingkungan keluarga yg berbasis NU namun semenjak SMA dan kuliah terpaksa masuk ke lingkungan Muhammadiyah. Sebenarnya bukan terpaksa ya, tetapi karena saya tidak di terima di negeri ya jadi mau tidak mau. Tapi dg adanya perbedaan ini saya rasa bisa digunakan sbg pengalaman dimana ternyata sesama Islam tapi berbeda. Dengan adanya NU dan Kuhammadiyah ini semoga saja menjadi tolak ukur agar kita tetap dan rajin beribadah kepada Allah tanpa menjelekkan satu sama lain
BalasHapussetelah membaca artikel ini tumbuh di nu dan kuliah di Muhammadiyah bukan suatu perbedaan yang signifikan tetapi bagaimana kita menyikapi perbedaan ini bukanlah sesuatu yang perlu dibesar-besarkan namun masih ada sebagian pihak yang beranggapan harus satu suara atau satu pandangan dalam menentukan sesuatu padahal justru dengan adanya perbedaan justru akan lebih berwarna maksudnya memang sesuai dengan apa yang diberikan oleh Allah Swt,bahwa manusia memang diberikan akal dan pikiran untuk memahami sesuatu.
BalasHapusSaya sangat setuju, dan artikel ini menggambarkan banyak sekali orang-orang/mahasiswa yang sejak kecil berada di lingkungan NU, namun kemudian dia bersekolah di kampus dengan basis Muhammadyah. Termasuk diri saya sendiri, yang sedari kecil berada di lingkungan NU dan tiba-tiba berkecimpung langsung di lingkungan Muhammadiyah tentunya mengalami culture shock yang cukup mengejutkan. Kenapa demikian? Saya mengalami beberapa hal yang sebelumnya saya sering melakukannya, akan tetapi saya tidak menemukan di lingkungan baru saya. Seperti contoh yang sudah disebutkan pada artikel di atas. Biasanya ketika ada orang yang meninggal dunia saya disuruh oleh orang tua saya untuk ikut serta mendoakan orang yang meninggal tersebut di rumah mendiam (tahlilan), akan tetapi saya tidak sekalipun melihat orang yang melakukan tahlilan di lingkungan baru saya. Itu hanya salah satu, ada beberapa kebiasaan lain yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Pada intinya artikel di atas memang sangat relate dengan keberlangsungan segelintir orang yang sedang menimba ilmu, entah yang sedari kecil lahir sebagai Yalal Waton kemudian berdampingan bahkan masuk kedalam lingkungan Sang Surya, maupun sebaliknya. Asal jangan melupakan satu hal, yaitu tetap menjadi apa yang diri sendiri kehendaki selagi itu masih di jalan yang benar.
BalasHapusAzis Nur Alamsyah_2102010183
Hardian rifanza (2102010027)
BalasHapusSama seperti yang di sampaikan penulis, saya juga awalnya tidak ada niat untuk berkuliah di UMP, namun kebetulan dekat dengan rumah sodara saya dan ada prodi yang saya inginkan jadi saya berkuliah di UMP, dan saya mendapat wawasan tentang toleransi dalam perbedaan
Saya juga merasakan sama seperti artikel opini yang diatas, yang mana dari kecil saya berada di lingkungan NU, dan sekarang mengharuskan saya berada di lingkungan Muhammadiyah. Menurut saya, dua organisasi tersebut memiliki cara islamisasinya saja yang berbeda, tetapi pada intinya kedua organisasi tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu ingin ikut serta memajukan islam yang rahmatan lil alamin di negara ini.
BalasHapusIga Ratri Pramudita
BalasHapus2102010291
Saya setuju terhadap artikel tersebut,ketika saya tumbuh di lingkungan NU tetapi saya tiba tiba berkuliah di Muhammadiyah, saya menjalaninya dengan santai saja menikmati keduanya, selama yang dijalankan tidak menyalahi akidah. Ambillah networking sebanyak-banyaknya ketika berkuliah Muhamadiyah, niscaya akan bermanfaat untuk iman dan masa depan.
Omar Andarla
BalasHapusNIM 2102010306
Antara Muhammadiyah dan NU memang memiliki banyak kesamaan dalam pengajarannya. Walaupun berbeda namun memiliki tujuan yang sama, dalam artikel tersebut saya setuju tidak masalah walaupun berbeda organisasi kita harus tetap bertoleransi. Apapun organisasi nya entah itu NU atapun Muhammadiyah tujuannya satu,yaitu untuk beribadah.
Nama : Nur Apni Wulandari
BalasHapusNIM : 2102010396
Saya sangat setuju, karena artikel tersebut sangat mewakili beberapa hati mahasiswa, seperti saya. Hidup dilingkungan Muhammadiyah ketika berkuliah padahal sebelumnya sejak kecil berada di lingkungan NU, membuat saya kurang terbiasa. Ada beberapa kebiasaan yang membuat saya sedikit bingung pada mulanya, namun setelah seiringnya waktu itu semua menjadi hal yg biasa bagi saya.
Seperti penjelasan dalam artikel tersebut, meskipun kita berkeyakinan NU namun hidup di lingkungan Muhammadiyah, bukan berarti kita boleh membedakan antara kedua paham tersebut. Karena bagaimanapun kedua paham tersebut sama sama Islam. Lebih baik kita menghargai, menghormati, dan bertoleransi akan paham-paham yang di anut oleh masing-masing individu. Kita tidak berhak mengecap buruk ataupun berdebat mengenai kedua paham tersebut. Justru dengan adanya kedua paham tersebut kita dapat belajar untuk bertoleransi dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada.
Jadi, pada intinya apapun perbedaan yang ada di antara masing-masing individu kita tidak berhak berkomentar apapun, karena itu merupakan hak mereka untuk percaya pada pemahaman yang mana. Yang terpenting tetaplah yakin pada apapun yang Anda percayai sejak awal. Entah Anda percaya pada NU ataupun Muhammadiyah, keduanya memiliki tujuan yg sama.
Nama : Desi Kuat Prichatin
BalasHapusNIM : 2102010086
Baik NU maupun Muhammadiyah itu sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menyembah Allah SWT. Jadi, menurut saya kedua organisasi tersebut baik. Dan mau kemana orang ikut organisasi tersebut itu melalui kepercayaan masing masing. Ya memang diantara kedua organisasi tersebut ada beberapa perbedaan. Tapi beberapa perbedaan tersebut bukan hal yang harus selalu diperdebatkan. Semua kembali ke diri kita untuk memilih mana asal jangan mencela orang lain yang berbeda dengan kita.
Eliana Priscilla Hidayat
BalasHapus2102010221
kelas F
Menurut saya yang dikatakan pada artikel itu benar, sampai sekarang masih saja terkadang menjadi sebuah persaingan antara ajaran NU dan Muhammadiyah, tetapi menurut saya seharusnya itu tidak dijadikan masalah karena kita sama sama mengejar untuk akhirat dan untuk ridha allah. Dan seharusnya orang orang sadar bahwa menganut NU atau Muhammadiyah tidak ada yang salah dan harus dibenarkan.
Saya sayang stuju dengan opini dalam artikel ini, karna saya pun merasakan yang dirasakan oleh penulis, namun itu bukan merupakan hambatan untuk kita dalam menuntut ilmu, selagi tujuan kita itu sama yaitu beribadah kepada Allah Swt.
BalasHapusNaelin Dinda Bekti Divayani (2102010244)
Vivi Dwi Haliza (2102010390) Setelah membaca artikel tersebut, Menurut saya artikel ini mewakili dari beberapa mahasiswa yang tadinya berkeyakinan NU sekarang kuliah di Muhammadiyah.
BalasHapustetapi tidak beda jauh antara Muhammadiyah dengan NU tidak masalah juga orang menuntut ilmu di Muhammadiyah/NU.
Tujuannya sama sama mencari ilmu tanpa merendahkan satu sama lain, menghargai perbedaan dan memperdalam toleransi terhadap pandangan yang berbeda.
semangat belajar untuk memahami Islam yang lebih luas dan dapat memberikan dampak positif pada pengembangan diri sendiri dan pemahaman tentang agama.
Karena setiap pandangan memiliki ajaran yang berbeda.
NAMA: Muizz Doni Kurniawan
BalasHapusNIM: 2102010001
Sesuai dengan judul saya lahir di keluarga NU, namun dalam lingkungan sekitar terdapat beberapa keluarga yang menganut paham Muhammadiyah. Awal awal berkuliah di universitas Muhammadiyah sedikit ada culture shock namun seiring berjalannya waktu saya dapat beradaptasi dengan lingkungan ini. Dengan saya berkuliah di kampus Muhammadiyah ini saya mendapat banyak wawasan dan sudut pandang islam dari organisasi yang berbeda. Artikel ini sangat menarik dan dengan adanya artikel ini menurut saya ini salah satu wujud toleransi, dengan membuktikan bahwa saya yang sedari kecil hidup dikeluarga NU dapat berkuliah di kampus Muhammadiyah .
Zerlinda Zsazsa Zabrina (2102010324)
BalasHapusSetelah membaca artikel diatas saya setuju dengan opini tersebut, karena saya juga salah satu orang yang memang sedari kecil hidup dengan menganut NU dan mulai berkuliah di Muhammadiyah. Dari kedua Organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut memang terlihat terdapat perbedaan, tetapi dari perbedaan tersebut tidak dibenarkan bahwa kita sebagai NU maupun Muhammadiyah membeda-bedakan satu sama lain malahan kita harus toleransi dan bersatu untuk menjunjung lebih agama Islam.
Nama: Abrar Syarom Radani
BalasHapusNim: 2102010079
menurut saya, saya setuju dengan pernyataan yang diberikan oleh Bpk. Mar'atun Sururiyah. NU dan Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang berada di Indonesia, kedua organisasi tersebut memiliki tujuan yang sama dan berasal dari akar yang sama.
Ainun Nadiyah 2102010392
BalasHapusSaya setuju dengan opini tersebut, namun itu bukan hambatan untuk mencari ilmu. Perbedaan-perbedaan itu terjadi sebagai bentuk kecerdasan dalam melakukan toleransi. Dengan realita perbedaan ini, maka mari kita tonjolkan semangat fastabiqul khairat, yaitu berlomba-lomba dalam memahami ibadah dan mengamalkannya.
Yusnia Nur khofifah (2102010272)
BalasHapusMenurut saya artikel diatas itu benar, saya dari kalangan warga nu, namun semenjak sekolah tk sampai sma di nu, setelah itu kuliah dimuhammadiyah memiliki
banyak perbedaan yang saya dapat di ump, oleh karena itu saya dapat mempelajari ilmu yang saya dapat di ump ternyata perbedaanya itu lumayan lah dari nu dan muhammadiyah.
Diva Amelia Putri_2102010297
BalasHapusDari artikel di atas, saya sangat setuju dengan pendapat penulis bahwasanya dalam ajaran Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memang memiliki perbedaan, yang dimana keduanya masih menggunakan dasar-dasar Islam dan berpedoman pada aturan Islam yang benar. Saya sendiri dari kecil tumbuh di lingkungan NU, namun setelah masuk ke Perguruan Tinggi saya berada di lingkungan Muhammadiyah. Tentu sebagai seorang Muslim yang dewasa, dengan melihat perbedaan ini jangan dijadikan sebagai pemicu adanya konflik melainkan jadikan sebagai sesuatu yang natural (bagian dari takdir Allah), layaknya perbedaan etnis dan warna kulit pada manusia. Beda pendapat ini sejatinya merupakan sesuatu yang lumrah dan akan selalu ada seturut dengan keberadaan Islam itu sendiri. Daripada memperdebatkan mana yang paling benar di antara berbagai perbedaan itu, yang lebih penting adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Sehingga perlu adanya sikap saling toleransi dalam menerima perbedaan yang ada.
Monica Tri Winanti 2102010388
BalasHapusSetelah membaca artikel diatas saya setuju dengan opini tersebut, ketika saya tumbuh di lingkungan NU dan berkuliah di Muhammadiyah itu bukan suatu alasan saya sebagai hambatan untuk mencari ilmu. Dari kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia memang terlihat beberapa perbedaan, tetapi dari perbedaan tersebut tidak dibenarkan bahwa kita membeda bedakan satu sama lain. Selagi tujuan kita sama yaitu beribadah kepada Allah SWT.
Ghefira Amalia Husein_2102010337
BalasHapusDari artikel diatas saya jadi tau bagaimana orang yang tumbuh dari lingkungan NU lalu berkuliah di Muhammadiyah mengalami banyak perbedaan. Namun diantara perbedaan yang ada antara NU dan Muhammadiyah, itu tidak berpengaruh pada sikap kita jika ingin mencari pahala dan menjadi muslim yang beriman.
Novi Sofwatunnisa 2102010024
BalasHapusSetelah membaca artikel tersebut, saya menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki hak nya masing masing untuk memilih jalan hidupnya. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama merupakan organisasi masyarakat yang memiliki dampak positif apabila kita menganut ajarannya. Selain itu, perbedaan yang signifikan pun menurut saya tidak masalah selagi kita bisa menerinya. Walaupun kita bertahun tahun menjadi Nadhlatul Ulama, namun sekarang kuliah di Mihammadiyah, tidak menutup kemungkinan kita untuk mencari ilmu, karena mencari ilmu dan wawasan bisa dimana saja dan kapan saja dan tidak memandang ormas apapun. Sehingga tidak menjadi perdebatan yang mana jauh dari kata toleransi.
Apriani Mawaddah (2102010322)
BalasHapusArtikel ini memang kerap kali mewakili banyaknya mahasiswa yang kuliah di muhammadiyah tetapi di lingkungannya dia menganut NU. Menurut saya, ini bukan masalah besar dan ini juga tidak terjadi hanya pada sedikit orang, malah rata-rata mahasiswa yang kuliah di muhammadiyah merupakan mahasiswa yang dilingkungan rumahnya sudah terbiasa dengan ajaran NU. Baik Muhammadiyah maupun NU, bukan menjadi alasan untuk kita tidak bisa tetap bersatu. Semuanya sama dalam islam, hanya saja Muhammadiyah dan NU memiliki perbedaan di beberapa cara saat beribadah. Semua orang memiliki hak dan bebas memilih, asal kita harus bisa saling menghargai dan terus menjunjung tinggi ajaran islam.
Siti Rukoyah
BalasHapusArtikel ini mewakili berbagai mahasiswa NU yang berkuliah di Muhammadiyah, tidak ada rasa penyesalan bagi kami untuk kuliah disini, banyak sekali ilmu yang kami dapat di kampus tersebu. Memang benar kebanyakan kita sebagai Mahasiswa yang dengan ajaran NU merasa minoritas berkuliah di univ yang Muhammadiyah, tetapi dengan hal tersebut mendorong kita untuk menciptakan rasa saling memahami satu sama lain. Perbedaan tersebut jangan dijadikan sebagai suatu penghalang kita atau minder kita tetapi jadikan suatu penyemangat kita toh juga ujungnya kita memiliki banyak ilmu. Saya sangat menyadari banyak kegiatan NU yang menggunakan hadis lemah, tetapi ini bukan menjadi provokasi hanya saja ketika saya kuliah disini saya menjadi tahu bahwa apa yang dilakukan saya itu boleh dilakukan ataupun tidak karena hadisnya lemah, tetapi yang kita lakukan di NU seperti tahlilan dan lainnya boleh dilakukan boleh tidak karena memang hadisnya lemah. Jadi banyak ilmu bisa kuliah di kampus muhammadiyah. Selain itu, dengan kita berkuiah di sini jiwa saling memahami saling mengerti satu sama lain tinggi, dan untuk penulis lakukan saja kebiasaan NU di lingkungan tersebut, tidak mungkin juga kita akan di benci oleh orang tersebut melainkan mereka akan bertanya dan mereka akan mendapatkan ilmu terkait NU juga. Selagi kita menjalankan yang sesuai dengan syariat islam tidak apa-apa lakukan saja.
Raju Septi Nugroho_2102010326
BalasHapusArtikel tersebut mewakili apa yang saya alami saat ini. Saya juga seoramg mahasiswa universitas muhammadiyah yang hidup sebagai orang nu, tetapi hal tersebut bukan merupakan masalah bagi saya, saya beranggapan bahwa menuntut ilmu itu bisa darimana saja, entah dari muhammadiyah, ldii, ataupun yang lainnya, semua ajaran pasti memiliki sisinya masing-masing, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Apabila kita seorang nu tetapi hanya menuntut ilmu dilingkungan nu saja maka nantinya kita tidak akan mengetahui perbedaan yang ada. Tidak ada kendala bagi saya ketika berkuliah di universitas muhammadiyah, walaupun ada banyak perbedaan antara nu dan muhammadiyah, saya harus bisa beradaptasi, dan ikhlas dalam menjalani perkuliahan, ambil sisi positifnya dan kesampingkan sisi negatif, dan harus konsisten dan yakin terhadap keyakinan saya. Adanya perbedaan bukan menjadi penghalang dengan tujuan awal mencari ridha Allah dan menuntut ilmu. Perbedaan juga bukan menjadi hal yang diperdebatkan namun bagaimana kita dapat menerapkan sikap toleransi dan saling menghargai.
Bunga Abiyya Azzahra (2006040014)
BalasHapusPertama-tama, perlu dicatat bahwa NU dan Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang memiliki pandangan dan prinsip yang berbeda dalam beberapa hal. Walaupun keduanya mempromosikan nilai-nilai Islam yang sama, mereka memiliki perbedaan dalam tafsir dan praktik keagamaan.
Namun, tinggal atau hidup di wilayah NU dan berkuliah di Muhammadiyah sebenarnya tidak menjadi masalah selama kita tetap menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan sebagai umat Islam. Kita bisa mengambil keuntungan dari keberagaman tersebut dan memperkaya pemahaman kita tentang Islam.
Lebih penting lagi, saat ini lingkungan perguruan tinggi menjadi tempat untuk berinteraksi dengan berbagai macam budaya dan pandangan dunia. Dengan berkuliah di Muhammadiyah, kita dapat memperluas wawasan dan bertemu dengan orang-orang yang memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda. Selama kita menghargai perbedaan dan membangun toleransi, kita dapat mencapai tujuan kita dalam menuntut ilmu dan memperdalam pemahaman agama.
Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa tinggal di kawasan NU dan berkuliah di Muhammadiyah tidak menjadi masalah selama kita tetap menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan sebagai umat Islam serta menghargai perbedaan dan membangun toleransi dalam berinteraksi dengan orang lain.
Rizki Rahmat Ramadhan (2006040010)
BalasHapusBertahan tahun hidup di lingkungan NU, saya merasa banyak mendapat ilmu baru setelah memulai perkuliahan di universitas Muhammadiyah. Saya tidak masalah dengan hal tersebut, karena bagi saya ini menjadi kesempatan yang bagus bagi saya untuk menambah relasi tentang organisasi keislaman di Indonesia, dengan berbagai ilmu dan penerapan yang bermacam macam pula
Salsa Bila Rajuna 2006040024
BalasHapusDalam konteks perkembangan Indonesia saat ini, Muhammadiyah dan NU memiliki peran yang sangat penting dalam memperjuangkan keadilan sosial, kesejahteraan umat, dan menjaga keberagaman. Oleh karena itu, sangat penting bagi kedua, saya tidak dapat memberikan penilaian pribadi atau menyarankan pilihan tertentu. Namun, jika seseorang telah hidup bertahun-tahun di lingkungan NU dan memutuskan untuk kuliah di Muhammadiyah, mungkin akan ada perbedaan pandangan dan budaya antara kedua lingkungan tersebut yang perlu dihadapi.
Sebagai contoh, lingkungan NU cenderung lebih mengedepankan tradisi dan nilai-nilai Islam yang konservatif, sementara pendekatan pendidikan di Muhammadiyah cenderung lebih terpusat dan rasional dalam mempelajari ajaran Islam. Oleh karena itu, mahasiswa yang berasal dari lingkungan NU mungkin perlu menyesuaikan diri dengan pendekatan pendidikan yang berbeda dan lingkungan kampus yang lebih terbuka dan inklusif di Muhammadiyah.
Namun, di sisi lain, kuliah di Muhammadiyah juga dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan menjadi bagian dari upaya memajukan masyarakat, yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh NU. Kedua organisasi tersebut juga sama-sama memperjuangkan keadilan sosial dan menjaga keberagaman, sehingga mahasiswa dapat mengambil bagian dalam upaya memajukan umat Islam dan Indonesia secara keseluruhan.
Pilihan untuk hidup di NU dan kuliah di Muhammadiyah tergantung pada preferensi pribadi dan tujuan pendidikan dan keagamaan yang ingin dicapai. Namun, kedua organisasi tersebut memiliki peran yang penting dalam memajukan umat Islam dan Indonesia secara keseluruhan, dan dapat menjadi tempat yang baik bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi nilai-nilai keagamaan dan pengembangan diri.
indi nikmatul (2106040017)
BalasHapussetelah saya baca beberapa artikel di ide bergerak, ternyata banyak yang lahir di nu tapi kuliah di muhammadiyah. menurut saya tidak mengapa jika demikian, saya sendiri merasa tidak ada persoalan dengan perbedan-perbedaan itu, dan justru saya menikmati keanekaragaman kita, sebagaimana para pendahulu kita tidak mempersoalkan perbedaan antar 4 mazhab, Maliki, Syafii, Hambali dan Hanafi. Selama saya hidup berdampingan dengan Lingkungan Muhammadiyah dan NU, saya tidak pernah sekalipun berkonflik dengan mereka dalam hal agama. Saya merasa nyaman hidup bersama masyarakat NU maupun Muhammadiyah, santai dan menyenangkan.